ngisorlemah666
Musik Underground
Kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya.
Sebut
saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gipsy (Jakarta), Giant
Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel
(Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten.
Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground
sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70an.
Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal
Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras
dengan gaya yang lebih liar dan exstrem untuk ukuran zamannya. Padahal
kalau mau jujur, lagu2x yang dimainkan band- band tersebut di atas
bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar
negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis,
Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP.
Tradisi
yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah namanya sempat
mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock
(Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla
(Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani
lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records.
Produk pertama label ini adalah album ketiga God Bless, “Semut Hitam”
yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh
Indonesia.
Menjelang akhir era
80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami
demam usik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang
lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band2x yang menjadi
gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator,
Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota2x besar di Indonesia
seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali,
scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem
tersebut.
UNDERGROUND VS IDEALISME
Kata
underground periode tahun 90-04 sempat naik daun, dan jadi basis
sayap kiri bagi kalangan musisi independen. Di Bandung basis kelompok
musisi indie, kata underground diterjemahkan sebagai bawah tanah,
dengan arti khusus kebebasan buat berkarya.
“Kami
menyebut underground sebagai spirit bermusiknya. Di Bandung
underground nggak ada yang istilah paling hebat. Jadi, semua bersaing.
Semua memiliki kubu dan massa masing-masing. Beda dengan di Jakarta,
dulu ada satu grup yang menjadi pimpinan underground. Di Sukabumi juga
begitu, kata salah satu penyiar Radio MGT FM Bandung. Karena kata
underground sering diartikan salah kaprah, maka bagi sebagian musisi,
kata underground diartikan sebagai band-band pembawa lagu-lagu keras,
“wah yang ngomomg kayanya blom lulus buat jadi musisi nih” tapi buat
banyak musisi lainnya, underground bisa diisi segala macam jenis musik,
selama mereka belum masuk pada major label.
Banyak
band2x yang sekarang bernaung di major label, background aslinya
adalah band indie juga. toh buat mereka ga ada masalah dengan
penggemar panatik mereka ketika masih band indie, apa yang dicapainya
sekarang adalah titik kesuksesan berkarir, soalnya kita sedang di dalam
ruang lingkup rezeki kalau memang kita bisa masuk ke major label
knapa ngga kita manfaatin semaksimal mungkin bukan berarti indie label
ngga ngejanjiin masa depan yang bagus. ini tinggal soal peluang yang
harus atau ngga diambil sama sekali.
Aliran
musik dalam underground bisa sangat beragam, mau yang load voice,
midlle voice sampai yang kalem pun itu bisa, yang penting semangat
dalam pembawaan nya aja yang jangan di lupain. soalnya semangat /
spirit ini lah yang paling penting “UNDERGROUND SPIRIT”. ambil contoh,
ketika kita mendengarkan beberapa buah lagu : return of zelda-system
of a down, enter sandman-metallica dan american idiot-green day. Yang
kita tahu ke tiga lagu tsb sama2x load voice, sama2x dimainkan dengan
peralatan musik yang ga jauh beda jenisnya, tapi kalo kita telisik
lebih dalam pasti ada banyak perbedaan yang mencolok dari ke tiga nya,
apalagi kalo bukan pembawaan ama spiritnya. Hal ini juga lah yang
dapat membedakan jenis musik dan aliran apa yang mereka mainkan.
Begitu pula dengan undergound, klo selalu di deskripsikan dengan musik
yang keras, tentunya itu salah besar.
Namun
memang underground lebih dekat dengan jenis musik metal. Jenis musik
ini memang jauh dari incaran perusahaan rekaman besar yang, yang biasa
disebut major label. Bahkan ada pendapat agak ekstrem, “Kalau band
indie masuk major label, pasti konsep bermusiknya jadi beda, karena
harus disesuaikan dengan pasar, dan tak dapat beridealis ria lagi.
Pendapat
inilah yang ditolak oleh Beng-Beng, Jun Fan Gung Foo dan Noin Bullet
dari Bandung. Noin Bullet yang memainkan musik ska-core, awalnya
memang indie label, namun kini masuk lingkaran major label Warner
Music Indonesia. “ Tapi musik kami tak berubah. Semua lagu yang kami
jual dengan indie label, langsung diedarkan lagi oleh Warner, dengan
label Warner Music Indonesia. Tanpa berubah, tanpa didikte siapapun, “
kata Chairul, gitaris Noin Bullet. Bersama Beng-Beng, ia curiga,
jangan-jangan anak-anak indie banyak iri, karena Pas, Noin Bullet dan
beberapa band indie lainnya bisa masuk major label, sementara mereka
belum. http://www.newsmusik.net/
Ngomong2x
soal idealisme, sebagian besar band2x indie mengusungnya baik dalam
karya lagu, pementasan bahkan ada yang membawa idealisme tersebut
dalam kehidupannya sehari - hari. Macam2x jenis idealisme yang di
usung band2 indie tsb, diantaranya : Idealis terhadap isu anti
kemapanan, Idealis terhadap isu anti major label, Idealis terhadap isu
sosial, politik dan ekonomi bahkan ada yang lebih extrem yaitu Idealis
dengan atheisme atau tidak percaya terhadap adanya Tuhan. Cuman untuk
point yang ke empat ini kita akan sangat sulit untuk menjumpainya.
Banyak
band-band indie yang sejak awal sudah idealis salah satunya alergi
sama major label, dan tak mau menawarkan lagu2x karyanya ke sana.
Padahal banyak contoh menarik tentang band-band indie yang masuk major
label, seperti Netral, Pas, Jun Fan Gung Foo dan Sucker Head.
Berikut
adalah sebagian kecil band2x indie asli made in bandung yang mungkin
dapat gw inget, yang eksistensinya masih dapat kita jumpai :
Jack and the four man, Koil, Polyester embassy, The tomato, Rocket rocker, Alone at last, Closehead, Mobil derek, Disconnected, The s.i.g.i.t, Mocca, Tcukimay, Pure saturday, A stone A, Retrieval, Restless, Hellgods, Jeruji, Laluna, Maymelian, Burgerkill, Bak sampah dll
Akhirnya,
dalam keluarga underground alias independen itu, ada jenis musik yang
beragam : industrial-techno, hardcore, brutal death metal, punk,
hardrock, ska, alternative, black metal dan lainnya.
UNDERGROUND VS INDIE
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an?
Kehadiran
teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka
lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas
di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak
bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam.
Trend
indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga
menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang
berguna puluhan tahun ke depan. Yang menarik sekarang adalah dominasi
penggunaan idiom indie dan bukan underground untuk mendefinisikan
sebuah scene musik non-mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan
perdebatan klasikmengenai istilah indie atau underground ini di tanah
air.
Sebagian orang memandang
istilah underground semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin
banyak band-band underground yang sell-out, entah itu dikontrak major
label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis
menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi
lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih elastis dan
misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan
style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie
ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa
nasional, jauh meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.
Ditengah
serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label,
ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis
album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia.
Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari
hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi
indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas
mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi panglima sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar